Dari Ustadz Abdullah Zein MA. Hafidzohullohu

Setelah mereka semua menggapai kesuksesan, kedudukan yang tinggi serta kemapanan ekonomi dan sosial.
Setelah
saling menyapa dan berbasa basi, masing-masing mereka mulai mengeluhkan
pekerjaannya. Jadwal yang begitu padat, tugas yang menumpuk dan banyak
beban lainnya yang seringkali membuat mereka stress. Sejenak sang dosen
masuk ke dalam.
Beberapa
saat kemudian, beliau keluar sambil membawa nampan di atasnya teko besar
berisikan kopi dan berbagai jenis cangkir. Ada cangkir-cangkir keramik
tiongkok yang mewah. Cangkir-cangkir kristal. Cangkir-cangkir melamin.
Dan cangkir-cangkir plastik.
Sebagian cangkir tersebut luar biasa indahnya. Ukirannya, warnanya dan harganya yang waahh.
Namun ada juga cangkir plastik yang biasanya berada di rumah orang-orang yang amat miskin.
Sang dosen berkata, “Silahkan.. masing masing menuangkan kopinya sendiri”.
“Tidakkah kalian perhatikan bahwa hanya cangkir-cangkir mewah saja yang kalian pilih?
Kalian enggan mengambil cangkir-cangkir yang biasa?
Manusiawi
sebenarnya, saat masing-masing dari kalian berusaha mendapatkan yang
paling istimewa. Namun seringkali itulah yang membuat kalian menjadi
gelisah dan stress.
Sejatinya
yang kalian butuhkan adalah kopi, bukan cangkirnya. Akan tetapi kalian
tergiur dengan cangkir-cangkir yang mewah. Terus perhatikanlah, setelah
masing-masing kalian memegang cangkir tersebut, kalian akan terus
berusaha mencermati cangkir yang dipegang orang lain!.
Saat konsentrasi kita tersedot kepada cangkir, maka saat itu pula kita akan kehilangan kesempatan untuk menikmati kopi.
Karena itu kunasehatkan pada kalian, jangan terlalu memperhatikan cangkir, akan tetapi nikmatilah kopinya…”.
Sejatinya, inilah penyakit yang diderita manusia.
Banyak orang
yang tidak bersyukur kepada Allah atas apa yang ia miliki, setinggi
apapun kesuksesannya. Sebab ia selalu membandingkannya dengan apa yang
dimiliki orang lain.
Setelah
menikah dengan seorang wanita cantik yang berakhlak mulia, ia selalu
berfikir bahwa orang lain menikah dengan wanita yang lebih istimewa dari
istrinya.
Sudah tinggal di rumah sendiri, namun selalu membayangkan bahwa orang lain rumahnya lebih mewah dari rumah sendiri.
Ia bukannya
menikmati kehidupannya beserta istri dan anak-anaknya. Tapi justru
selalu memikirkan apa yang dimiliki orang lain, seraya berkata, “Aku
belum punya apa yang mereka punya”.
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mengingatkan,
" ﻣَﻦْ ﺃَﺻْﺒَﺢَ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﺁﻣِﻨًﺎ ﻓِﻲ ﺳِﺮْﺑِﻪِ، ﻣُﻌَﺎﻓًﻰ ﻓِﻲ ﺟَﺴَﺪِﻩِ، ﻋِﻨْﺪَﻩُ
ﻗُﻮﺕُ ﻳَﻮْﻣِﻪِ؛ ﻓَﻜَﺄَﻧَّﻤَﺎ ﺣِﻴﺰَﺕْ ﻟَﻪُ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ "
"Barang
siapa yang melewati harinya dengan perasaan aman dalam rumahnya, sehat
badannya dan memiliki makanan untuk hari itu, seakan-akan ia telah
memiliki dunia seisinya". (HR. Tirmidzi dan dinilai hasan oleh al-Albani).
Seorang bijak berpetuah,
“Alangkah anehnya kebanyakan manusia! Mereka korbankan kesehatan untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya.
Setelah terkumpul, gantian mereka gunakan harta tersebut untuk mengembalikan kesehatannya yang telah hilang!
Mereka
selalu gelisah memikirkan masa depan, namun melupakan hari ini.
Akibatnya, mereka tidak menikmati hari ini dan tidak pula hidup di masa
datang.
Mereka senantiasa melihat apa yang dimiliki orang lain, namun tidak pernah melihat apa yang dimilikinya sendiri.
Akibatnya, ia tidak bisa meraih apa yang dimiliki orang lain dan tidak pula bisa menikmati milik sendiri.
Mereka
diciptakan untuk satu tujuan, yakni beribadah. Dunia diciptakan untuk
mereka gunakan sebagai sarana beribadah. Namun justru sarana tersebut
malah melalaikan mereka dari tujuan utama”.
Maka, mari kita nikmati kopi kehidupan tersebut, apapun cangkirnya…
Barokallohu fiikum..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar